5 Poin Penting dari Kekalahan 0-2 Chelsea atas Real Madrid
Oleh Nanda Febriana
Kekalahan 0-2 atas Real Madrid di leg kedua perempat final Liga Champions 2022/23 pada Rabu (19/4) seakan melengkapi catatan buram Chelsea di musim pertama kepemilikan Todd Boehly. The Blues tersisih dengan agregat 0-4 dan hampir pasti tidak akan kembali ke pentas Liga Champions musim depan.
Berikut adalah 5 poin penting dari kekalahan 0-2 Chelsea atas Real Madrid di Stamford Bridge dinihari tadi.
1. Frank Lampard yang Ogah 'Berjudi'
Dengan posisi tertinggal 0-2 saat wasit meniup peluit tanda dimulainya pertandingan di London Barat, kita bisa melihat bagaimana pelatih sementara Chelsea Frank Lampard menyusun para pemainnya.
Secara mengejutkan, pria Inggris itu memilih pemain muda seperti Connor Gallagher untuk mengisi posisi lini serang bersama Kai Havertz. Mereka ditopang N'Golo Kante yang difungsikan sebagai playmaker.
Chelsea bermain apik di babak pertama, dengan sejumlah serangan diciptakan dan diakhiri dengan eksekusi yang payah dan gagal menciptakan gol.
Melihat anak buahnya kesulitan menceploskan bola ke gawang lawan, Lampard memilih untuk sama sekali tidak melakukan pergantian pemain di awal babak kedua. Padahal ada pemain-pemain berpotensi seperti Christian Pulisic, Joao Felix, Mykhailo Mudryk, dan Raheem Sterling yang mungkin bisa berbuat sesuatu atau melakukan perubahan.
Bahkan, butuh 10 menit bagi Lampard sejak Madrid mencetak gol pertamanya ke gawang Kepa Arrizabalaga untuk melakukan pergantian pemain pertamanya, pada menit ke-67. Dengan hanya sekitar 20 menit tersisa, pergantian pemain menjadi tak ada gunanya karena Madrid sudah terlanjur mapan dengan dominasinya. Empat pemain baru masuk setelahnya dan Chelsea justru kebobolan lagi di menit ke-80.
2. Real Madrid Tidak Bermain Bagus, Tapi Kompak
Real Madrid sebenarnya tidak tampil sangat istimewa di Stamford Bridge, tetapi mereka berupaya penuh untuk merebut kontrol pertandingan secara bertahap. Babak pertama, Real Madrid tidak banyak melakukan perlawanan di tengah gempuran Chelsea ke pertahanan mereka, mungkin mereka pun menyadari betapa tumpulnya lini depan lawannya yang hanya mencetak 11 gol sejak Januari lalu.
Di babak kedua, menghadapi pemain The Blues yang semakin tertekan karena tak kunjung berhasil mencetak gol, transisi permainan Madrid jadi sangat mulus. Semakin mudah bagi mereka untuk kembali merebut bola saat kehilangan, semakin mudah pula bagi mereka mengantisipasi semua pola serangan Chelsea yang kian tak teratur.
Bisa dibilang, Madrid sangat hebat dalam pengendalian diri dan tahu betul kapan harus menghabisi asa lawan mereka. Tak satu pun pemain Madrid yang tampak melepaskan rencana terstruktur ini sekalipun di babak pertama mereka terkesan agak kewalahan dengan serangan-serangan tuan rumah.
3. Musim Terkelam Chelsea di Era Modern
Musim pertama kepemilikan Todd Boehly sungguh mengecewakan dan terlalu banyak diwarnai dengan keputusan yang agak gegabah untuk klub dengan status super yang sudah dibangun di era Roman Abramovich.
Pemecatan Thomas Tuchel mungkin bisa dipahami dengan berbagai alasan, seperti karena sang pelatih sendiri juga gagal membawa Chelsea tampil impresif di musim sebelumnya, dan selayaknya sebuah era kepemilikan baru, pergantian personel, staf, dan para pekerja menjadi hal alami yang dilakukan.
Namun, masalah timbul saat Chelsea menunjuk Graham Potter yang kalibernya belum memenuhi syarat untuk mengurus klub dengan status seperti Chelsea. Pria Inggris itu pun dengan mudah menjadi sasaran kritik para suporter saat hasil mengecewakan mulai terlihat jelang akhir tahun atau sebelum Piala Dunia, menciptakan sebuah tekanan yang mungkin belum pernah dihadapinya sepanjang kariernya melatih sebuah tim.
Keputusan untuk mendatangkan begitu banyak pemain di bursa transfer musim dingin membuat Chelsea memiliki skuad yang besar dan Potter tampak bingung saat harus mengurus begitu banyak pemain, menyeleksi mereka untuk setiap match atau kompetisi, hingga memuluskan proses adaptasi para pemain baru.
Terlalu banyak tugas yang harus diemban seorang Potter dengan pengalamannya yang baru tampak di Brighton, sementara Chelsea sebagai sebuah klub di era kepemilikan baru begitu dinamis dan sibuk, sehingga mereka terlihat sangat terlambat memecat Potter yang baru ditendang pada awal April ini. Sebetulnya, tak ada yang perlu diharapkan dari keputusan yang dibuat dua bulan jelang kompetisi berakhir ini.
Menunjuk seorang manajer dengan pengalaman yang menumpuk kesuksesan di klub-klub besar seharusnya bisa menjadi pilihan untuk musim depan, yang seharusnya dilakukan begitu mereka memecat Tuchel.
4. Kapan Chelsea Bisa Pulih?
Melihat pertunjukan Chelsea sepanjang musim ini, mempelajari pola pikir Todd Boehly yang begitu yakin bahwa timnya harus melalui sebuah proses panjang dengan berinvestasi pada pemain-pemain muda yang belum terbukti kapasitasnya, sangat mungkin catatan musim ini tak akan terlalu membaik di musim-musim berikutnya.
Kecuali, sebuah perubahan drastis terjadi, dengan Boehly bersedia melakukan langkah-langkah strategis untuk membawa Chelsea secepatnya kembali berjaya di atas lapangan dengan mulai mempertimbangkan menunjuk mereka-mereka yang benar-benar berpengalaman sebagai seorang juara, dan itu bisa dimulai dengan penunjukkan pelatih baru di musim panas dan melepas para pemain yang gagal memenuhi ekspektasi dan standar klub.
5. Real Madrid Kembali Bertahta di Liga Champions?
Di sisi lain lapangan, sebuah tim yang sungguh berbeda merayakan kemenangan mereka. Sebuah tim yang kerap diragukan bakal mencapai tangga juara, tetapi entah bagaimana mereka justru sering melakukannya dalam 10 tahun terakhir.
Sebuah tim yang dinilai tak akan sanggup melawan perubahan zaman dengan mengandalkan para pemain-pemain 'tua' di atas tiga puluhan.
Sebuah klub yang diperkuat oleh para pemain dan pelatih yang tahu betul bagaimana menerjemahkan status mereka di atas lapangan.
Sebuah tim yang tidak berhenti melahirkan bintang-bintang baru sepanjang sejarah mereka, yang tidak akan terlalu menarik untuk dibahas media berbahasa Inggris yang kita konsumsi sehari-sehari sebagai bahan bacaan kita, sampai bintang-bintang baru itu benar-benar membuat sebuah gebrakan senasional untuk kemudian hanya dibanding-bandingkan dengan bintang-bintang Premier League yang kerap naik pamor karena narasi belaka.
Sebuah klub yang kerap dicaci belakangan ini karena menggagas ide untuk membentuk Super League, sebuah kompetisi tandingan Liga Champions yang ditolak mentah-mentah oleh UEFA dan kroni-kroninya. Jika mereka kembali bertahta musim ini, dan Anda sekalian sudah bosan melihat kejayaan mereka, salahkan UEFA yang tak mengizinkan mereka angkat kaki dari kompetisi ini.