European Super League: Mengapa 6 Klub Inggris Menjadi Pendiri Tetapi Keluar Terlebih Dahulu

Ilustrasi logo enam klub besar Liga Inggris
Ilustrasi logo enam klub besar Liga Inggris / Visionhaus/Getty Images
facebooktwitterreddit

European Super League (ESL) diumumkan secara mendadak dan gagal dalam waktu yang sangat singkat. Enam klub besar Liga Inggris (Manchester United, Manchester City, Chelsea, Arsenal, Liverpool, dan Tottenham Hotspur) menjadi bagian dari 12 klub besar Eropa yang mendirikan kompetisi ini.

Namun enam klub tersebut menjadi partisipan pertama yang keluar dari proyek. Protes di luar Stamford Bridge disusul dengan kabar Chelsea mengundurkan diri. Manchester City menyusul, dan kemudian Manchester United, Arsenal, Liverpool, serta Tottenham Hotspur mengeluarkan pernyataan bahwa mereka meninggalkan ESL.

Lantas, mengapa enam klub besar Inggris ikut menjadi pendiri kompetisi European Super League? Dan mengapa mereka menjadi enam peserta pertama yang keluar dari proyek ini?


1. Alasan Enam Klub Liga Inggris Mengikuti European Super League

Richard Masters
Richard Masters (CEO Liga Inggris) mendapat ujian tinggi sebagai petinggi baru di kompetisi ini / Alex Morton/Getty Images

Mudah untuk mengatakan enam klub tersebut hanya mengincar keuntungan dari rencana seperti European Super League. Namun mereka juga ingin memperoleh kendali yang lebih tinggi, tidak hanya terkait pembagian pendapatan hak siar. Kendali lebih dalam format kompetisi juga sudah pernah diinginkan.

Project Big Picture yang direncanakan jelang akhir 2020 masih segar dalam ingatan. Enam klub besar Liga Inggris berusaha untuk mengubah format kompetisi tersebut secara signifikan. Mereka memiliki keinginan untuk medapat kendali lebih tinggi, mengurangi peserta Liga Inggris menjadi 18 klub,

Kompetisi Piala Liga dan Community Shield juga ingin dihapus. Walau rencana tersebut pada akhirnya gagal, keinginan untuk mendapat kendali lebih masih dimiliki oleh eksekutif dan petinggi dari klub-klub tersebut.

Apabila berhasil terjadi, partisipasi dalam ESL membuat pesertanya dapat bertahan di kompetisi kontinental. Kualifikasi hanya dapat diikuti oleh lima peserta tambahan setiap musimnya, dengan adanya rencana untuk memiliki 15 peserta tetap.


2. Pandemi COVID-19 dan Keinginan untuk Terus Merekrut Bintang

Memasuki motivasi finansial, kerugian akibat pandemi COVID-19 memang memberi pengaruh. Berdasarkan kompilasi data dari Swiss Ramble, lima dari enam klub besar Liga Inggris (selain Liverpool) mendapat kerugian 1,2 miliar Paun pada akhir musim 2019/20 sebelum mencatat penjualan pemain.

Kerugian tersebut terjadi setelah tiga bulan dari akhir kompetisi mendapat pengaruh akibat COVID-19. Musim 2020/21 belum berakhir, tetapi mengingat kompetisi dijalani tanpa kehadiran penonton, kerugian yang akan dicatatkan oleh keenam klub ini akan jauh lebih tinggi, terutama bagi yang tidak berpartisipasi dalam Liga Champions (Arsenal, Manchester United, dan Tottenham Hotspur).

Tentu kondisi keuangan klub berbeda-beda. Chelsea dan Manchester City sejak lama sudah beroperasi dalam kerugian yang signifikan. Namun pemilik dari kedua klub tersebut tidak mempermasalahkan kerugian selama langkah yang dilakukan dapat memberi kesuksesan.

Arsenal tidak mendapat banyak dukungan dari pemilik mereka (Stan Kroenke), dan bahkan harus memutus kontrak dari 55 staff akibat COVID-19 (walau tetap merekrut beberapa pemain). Tottenham memiliki utang yang tinggi setelah membangun stadion baru. Pemilik MU sejak awal memang mengedepankan keuntungan semaksimal mungkin.

Liverpool juga baru membangun kamp latihan baru dan melakukan ekspansi kapasitas Anfield. Rekrutmen yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir juga ingin dilanjutkan, dan masih memberi dampak terkait biaya yang harus dikeluarkan.

Pendapatan bagi enam klub besar Liga Inggris memang sangat tinggi (hak siar, sponsor, dan kesepakatan komersial lainnya), tetapi proyek seperti ekspansi stadion dan rekrutmen pemain yang ingin terus dilakukan membuat partisipasi mereka ke kompetisi ESL bukan berita yang mengejutkan.


3. Dua Faktor yang Membuat Klub Liga Inggris Keluar dari European Super League

JP Morgan (lembaga investasi Amerika Serikat) menjadi pihak yang memberi dukungan finansial untuk rencana European Super League. JP Morgan memberi pinjaman senilai 3,25 miliar Euro, yang diberikan kepada 12 klub peserta untuk meluncurkan kompetisi ini.

Secara keseluruhan terdapat pinjaman senilai 4,3 miliar Paun untuk menjalani kompetisi ini. Pinjaman ini memiliki durasi pengembalian selama 23 tahun. Bagaimana 12 klub peserta ESL mengembalikannya? Melalui pendapatan hak siar. Setiap tahun, JP Morgan dan lembaga lain yang memberi pinjaman akan memperoleh bagian dari pendapatan tersebut.

Mengingat rencana ESL mendapat respon negatif dari media penyiaran besar seperti Sky Sports dan BT, perusahaan penyiaran digital seperti Amazon dan Facebook mendapat sorotan. Namun Amazon mengeluarkan pernyataan bahwa mereka tidak terlibat dalam negosiasi hak siar ESL.

Selain kegagalan dari segi hak siar, kegagalan kedua terjadi dari dukungan yang tidak diperoleh dari beberapa pemegang kepentingan. Reaksi negatif dari suporter bukan hal yang mengejutkan, walau memang dianggap remeh oleh pentinggi klub-klub yang berpartisipasi.

Kesalahan penting yang dilakukan ketika merencanakan proyek ESL adalah tidak adanya komunikasi terhadap manajer dan pemain. Jurgen Klopp (Liverpool) hingga Pep Guardiola (Manchester City) menyatakan penolakan mereka terhadap kompetisi ini. Kedua manajeri itu, dan para pemain mereka tidak mendapat informasi hingga detik terakhir.

Hal yang sama juga terjadi di Chelsea, Tottenham Hotspur, Manchester United, dan Arsenal. Jordan Henderson (kapten Liverpool) bahkan sampai merencanakan pertemuan dengan kapten-kapten lain dari Liga Inggris untuk membahas hal ini. Pertemuan tersebut dibatalkan setelah enam klub besar mengundurkan diri dari proyek ESL.

Tidak melakukan komunikasi kepada manajer dan pemain ketika mereka mendapat ancaman sanksi dari UEFA (Asosiasi Sepakbola Eropa) dan FIFA (Asosiasi Sepakbola Dunia) adalah kesalahan yang besar. Potensi sanksi larangan tampil dalam kompetisi internasional dapat memberi dampak luar biasa bagi karier pemain hingga manajer.


4. Potensi Hukuman dari Boris Johnson dan Pemerintah Inggris

Boris Johnson
Boris Johnson menyampaikan potensi sanksi bagi enam klub besar Liga Inggris / WPA Pool/Getty Images

Reaksi negatif dari komunitas suporter Liga Inggris juga diperhatikan oleh pemerintah negara tersebut. Boris Johnson selaku Perdana Menteri mengatakan pihaknya dapat membuat peraturan khusus untuk mencegah terjadinya European Super League.

Pemerintah Inggris juga disebut akan mendesak klub-klub memiliki perwakilan suporter dalam direksi dan manajemen mereka, serupa dengan model yang digunakan klub-klub Jerman selama ini.

Upaya untuk mendapat visa kerja bagi pemain-pemain dari klub yang terlibat juga dapat dihambat, begitu pula dengan dana keamanan untuk klub-klub yang menyelenggarakan pertandingan.

Penolakan juga datang dari 14 klub Liga Inggris, yang mengadakan pertemuan terkait ESL tanpa kehadiran enam klub lain yang menjadi peserta. Richard Masters (CEO Liga Inggris) juga sudah mendesak petinggi di komite Liga Inggris (yang diisi oleh petinggi lima klub besar Liga Inggris, tanpa Tottenham Hotspur), untuk meninggalkan jabatan mereka.