Manchester City Diklaim Terima Dana dari Uni Emirat Arab Sebagai Sponsor
Oleh Dananjaya WP
Manchester City sukses menjadi klub besar yang relatif baru dalam era Liga Inggris (1992 hingga kini). Akuisisi dari Sheikh Mansour dan lembaga investasinya pada 2008 menjadi pemicu. Momen itu (dan akuisisi Roman Abramovich di Chelsea pada 2003) dipandang menjadi dua momen penting dalam perkembangan industri sepak bola Inggris, Eropa, dan dunia.
Berbagai kritik memberi sorotan terhadap koneksi akuisisi di Man City pada Pemerintah Uni Emirat Arab. Istilah sportswashing, tindakan untuk mengubah citra negatif dengan memanfaatkan olahraga seperti sepak bola sering dibicarakan. Proses akuisisi ini dilakukan oleh Abu Dhabi United Group (ADUG) yang memegang status kepemilikan sejak 2008 hingga 2021.
Menurut investigasi Der Spiegel dan Football Leaks, pernyataan ADUG bahwa mereka tidak terkait dengan Pemerintah Uni Emirat Arab keliru. Pembayaran atau transaksi dari ADUG ke Man City membutuhkan persetujuan dari Lembaga Eksekutif Negara (EAA), yang terlibat dalam kegiatan operasional klub. Khaldoon Al Mubarak, sosok penting di Pemerintahan Uni Emirat Arab, menjabat sebagai CEO Manchester City.
Pembayaran untuk agen dikirim kepada penasehat EAA, dengan tagihan yang kemudian dikirim kepada Etisalat sebagai salah satu sponsor utama. Keadaan ini membuat Liga Inggris menjalani proses investigasi. Proses ini tidak diungkapkan kepada publik, dan memiliki fokus terhadap tiga aspek, yaitu:
1. Tekanan Kepada Pemain di Bawah Umur untuk Menyepakati Kontrak
Peraturan khusus diterapkan bagi pemain-pemain di bawah umur sebagai bentuk proteksi. Sebuah klub dilarang untuk melakukan transfer pemain di bawah usia 16 tahun secara internasional. Klub juga dilarang untuk memberi pembayaran kepada pemain, keluarganya, dan agen.
Berbagai klub sudah melakukan pelanggaran ini dalam waktu yang cukup lama. FIFA (Asosiasi Sepak Bola Dunia) juga sudah pernah memberi sanksi kepada Chelsea dan Real Madrid. Sementara Manchester City sudah pernah membayar denda setidaknya 300 ribu Paun kepada FA (Asosiasi Sepak Bola Inggris) dan FIFA akibat pelanggaran ini.
Man City sudah pernah disorot setelah memberi pembayaran kepada agen Jadon Sancho satat sang pemain berusia 14 tahun. Selain itu, Brahim Diaz didatangkan dari Malaga pada akhir 2013 dan berlatih di tingkat akademi selama dua tahun sebelum diperbolehkan masuk dengan pendaftaran ke dalam tim secara resmi.
Ketika pemain didatangkan, kompensasi di tingkat akademi umumnya diberikan kepada klub asal sang pemain. Tetapi Man City mendatangkan Brahim Diaz ketika transfer seharusnya tidak dapat dilakukan.
Berdasarkan informasi dari surat elektronik yang diperoleh Football Leaks, ADUG siap untuk melakukan pembayaran sebesar 360 ribu Euro kepada klub akademi yang melatih Brahim pada awal kariernya, tindakan yang dilakukan melalui perantara. Transfer dilakukan kepada perusahaan yang berbasis di Barcelona, yang kemudian meneruskannya kepada Malaga.
Kasus ini disebut bukan satu-satunya yang terjadi. ADUG disebut melakukannya pada 2010 hingga 2015, dengan mengeluarkan biaya setidaknya 4 juta Euro dan 4 juta Paun ke perusahaan yang dimiliki oleh agen Yaya Toure. Berdasarkan informasi di dalam surat elektronik, Ferran Soriano (CEO Man City) dan Khaldoon Al Mubarak (Kepala Direksi klub), menyetujui pembayaran tersebut. Simon Pearce, salah satu anggota direksi, meneruskan pembayaran dari lembaga Pemerintah Uni Emirat Arab.
2. Sponsor di Abu Dhabi Hanya Membayar Sebagian Tagihan, Sisanya Datang dari Sheikh Mansour
Simon Pearce kembali mendapat sorotan dalam bagian investigasi ini, yang berkaitan dengan pendapatan dari sponsor. Terdapat dugaan bahwa Pearce menjalani kegiatan operasional klub dan berperan sebagai penasehat terhadap proses komunikasi di departemen keuangan Man City dalam bagian kontrak dan pembayaran dari Uni Emirat Arab.
Der Spiegel sudah pernah menerbitkan hasil investigasi pada 2018 yang membahas kontrak tanggal mundur (back date), pemberian dana yang mendadak, dan sumber alternatif terkait pembayaran sponsor. Sheikh Mansour terlibat dalam upaya melewati prosedur pendapatan dengan memberi label pembayaran sponsor untuk Manchester City yang kemudian mencatatnya sebagai pendapatan komersial, walau sebetulnya itu adalah investasi dana pribadi.
Tindakan ini dilakukan untuk menampilkan ilusi bahwa pendapatan dari sponsor tinggi, sementara investasi langsung dari pemilik rendah – tindakan yang melanggar peraturan Financial Fair Play (FFP) dari UEFA (Asosiasi Sepak Bola Eropa). UEFA memberi sanksi larangan tampil di kompetisi Eropa selama dua musim, tetapi sanksi itu dibatalkan pada tahap banding.
Hasil investigasi dari berbagai komunikasi mengungkapkan beberapa hal penting terkait pelanggaran peraturan finansial.
Pada 2012, sebagian dari pendapatan sponsor dicatat secara internal sebagai investasi pemilik – dengan nilai 150 juta Paun.
Pada 2013, Simon Pearce meminta Jorge Chumillas (CFO City) untuk membagi pembayaran dari ADUG ke dalam “pembayaran langsung ke klub” dan “dukungan dari sponsor”. Komunikasi keduanya menyatakan bahwa Etihad Airways (salah satu sponsor utama) hanya perlu membayar 8 juta Paun dari 67,5 juta Paun kesepakatan sponsor. Sisanya dicatat sebagai ekstra – yang diklaim dibayar oleh Sheikh Mansour.
Pada musim 2013/14, investasi langsung dari Pemerintah Uni Emirat Arab disebut mencapai 92,5 juta Paun. Andrew Widdowson, yang menjabat sebagai kepala finansial klub pada 2013, menyatakan bahwa informasi ini harus dijaga kerahasiaannya.
Pada 2014, Chumillas dan Widdowson membicarakan perbedaan pendapatan sponsor yang diterima dari Aabar dan Etisalat dan Pemerintah Uni Emirat Arab, dengan harapan bahwa Aabar dan Etisalat dapat memenuhi kontrak yang sudah disepakati.
Pada september 2015, klub membedakan pencatatan pendapatan 60,25 juta Paun dari ADUG dan 8 juta Paun dari Etihad Airways.
3. Roberto Mancini Mendapat Kompensasi dari Kontrak Fiktif
Pembayaran dan kontrak tidak hanya berkaitn dengan pendapatan dari sponsor. Pada 2009, Manchester City memanfaatkan Al Jazira, klub Uni Emirat Arab yang juga dimiliki Sheikh Mansour, untuk menyembunyikan sebagian gaji Roberto Mancini, yang menjabat sebagai manajer pada 2009 hingga 2013.
Berdasarkan kesepakatan awal, Mancini mendapat gaji senilai 1,45 juta Paun per musim, dengan bonus 4 juta Paun yang dapat dibayarkan sesuai tingkat performa. Pada hari yang sama (19 Desember 2009), Mancini disebut menyapakati kontrak konsultasi – dengan kesepakatan serupa di kontrak utamanya – dengan Al Jazira. Kesepakatan itu memberinya gaji 1,75 juta Paun, tanpa pemotongan pajak.
Perusahaan perantara yang awalnya digunakan bernama Sparkleglow Holdings, yang berbasis di Mauritius (salah satu negara yang ideal untuk memindahkan pendapatan untuk menghindari pajak). Satu tahun kemudian, jasa Italy Internacional Services (IIS) di Roma digunakan untuk memenuhi jasa ini.
Tagihan dikirim ke Manchester City, yang meneruskannya ke ADUG, yang meneruskannya ke Al Jazira, dan kemudian membayarkannya ke IIS.
Liga Inggris sudah melakukan investigasi sejak Desember 2018. Pihak Man City terus berusaha untuk melawan proses investigasi yang dilakukan Liga Inggris, seperti yang dilakukan saat menghdapi UEFA.