Mengapa Arsenal Masuk dalam Pengawasan UEFA Terkait FFP
Oleh Dananjaya WP
Arsenal memulai kompetisi Liga Inggris 2022/23 dengan memuaskan. Skuad asuhan Mikel Arteta itu berhasil meraih empat kemenangan dari empat pertandingan awal yang mereka jalani. Rekrutmen yang dilakukan dalam beberapa musim terakhir meningkatkan kualitas skuad yang dimiliki The Gunners secara signifikan.
Tetapi kedatangan pemain baru dengan nilai yang relatif tinggi berpotensi memberikan dampak besar, di dalam maupun luar lapangan. Kabar dari The Times pada Senin (22/8) menyatakan informasi bahwa Arsenal termasuk dalam satu dari 20 klub Eropa yang diawasi oleh UEFA (Asosiasi Sepak Bola Eropa) terkait potensi pelanggaran peraturan finansial FFP.
Kali ini 90min Indonesia akan membahas mengapa klub London Utara itu masuk dalam pengawasan UEFA.
5. Apa itu Peraturan FFP?
UEFA menyepakati peraturan FFP pada 2009. Peraturan ini mulai diterapkan pada musim 2011/12. Peraturan ini berlaku bagi klub-klub yang lolos ke kompetisi UEFA (mulai dari Liga Champions, Liga Europa, hingga kompetisi Liga Konferensi Eropa yang diperkenalkan musim lalu).
Setiap klub yang masuk dalam kriteria FFP harus mencatatkan laporan keuangan yang seimbang (dari segi pendapatan dan pengeluaran) dalam periode tiga tahun finansial. Pengeluaran yang dilakukan harus diseimbangkan dengan pendapatan yang diperoleh dalam periode yang sama.
Peraturan ini dibuat untuk memastikan klub melakukan pengelolaan finansial yang baik dan mencegah akumulasi utang. Selain itu, FFP juga dibuat untuk mengurangi pengeluaran dari klub-klub besar yang didukung pemilik dengan kekuatan finansial tinggi.
FFP diterapkan oleh CFCB (Badan Pengendalian Finansial Klub), badan independen di UEFA yang memiliki hak melakukan investigasi dan pengawasan terkait penerapan peraturan tersebut.
4. Klub Lain yang Mendapat Pengawasan
Seperti yang disebutkan sebelumnya, laporan dari The Times mengabarkan bahwa Arsenal menjadi satu dari 20 klub yang diawasi terkait pengeluaran mereka atas potensi pelanggaran peraturan FFP. Klub-klub besar lain yang mendapat pengawasan terdiri dari PSG, Marseille, Inter, Roma, Juventus, Barcelona, dan Real Madrid.
Sanksi disebut akan diberikan kepada PSG dan Marseille dalam bentuk denda. Sementara Roma dan Inter akan mendapat sanksi berupa batasan dalam transfer sekaligus denda. Sedangkan Barca dan Juve diklaim tidak ingin menjalani proses negosiasi dengan UEFA.
Kedua klub itu, termasuk Real Madrid, menjadi tiga klub yang tersisa dalam upaya mendirikan kompetisi Liga Super Eropa (ESL).
3. Kondisi Keuangan Arsenal
Mungkin hal yang paling penting untuk dibicarakan adalah kondisi keuangan Arsenal yang menempatkan mereka ke pengawasan UEFA. Arsenal termasuk dalam salah satu klub Liga Inggris dengan kerugian tertinggi dalam tiga tahun terakhir, dengan total 213 juta Paun, 127 juta Paun di antaranya terjadi pada musim 2020/21.
Arsenal juga mencatatkan pengeluaran bersih senilai 218 juta Paun untuk transfer pemain. Berdasarkan penyesuaian setelah pajak, kerugian dalam tiga tahun terakhir dalam buku keuangan The Gunners mencapai 182,2 juta Paun. Tetapi kerugian di dunia sepak bola akibat COVID-19 dapat menjadi kunci.
Arsenal menyebut kerugian senilai 85 juta Paun pada musim 2020/21 berkaitan dengan COVID-19. UEFA menetapkan bahwa kerugian yang berkaitan dengan pandemi dapat dihapus dari perhitungan FFP.
2. Penerapan FFP di Liga Inggris
UEFA memiliki batas kerugian sebesar 76,2 juta Paun di atas pendapatan klub dalam periode finansial tiga tahun. Batas itu dapat ditingkatkan menjadi 30 juta Euro apabila mendapatkan investasi dari pemilik klub secara langsung.
Sementara di Liga Inggris, batas kerugian dalam periode tiga tahun keuangan berada pada angka 105 juta Paun. Liga Inggris juga memberi penilaian positif bagi klub-klub yang mengeluarkan biaya untuk investasi terhadap tim wanita (atau cabang olahraga lain seperti Esports) dan tim akademi. Sedangkan UEFA tidak memasukkan pengeluaran untuk investasi tersebut dalam perhitungan FFP.
1. Potensi Pelanggaran Peraturan oleh Arsenal
Walau mencatatkan kerugian yang signifikan, potensi bagi Arsenal untuk dipandang melanggar peraturan cukup rendah. Mengingat adanya kelonggaran terkait COVID-19, ditambah dengan pengeluaran yang dipandang sebagai investasi yang sehat.
Namun manajemen Arsenal juga harus meningkatkan pendapatan dari penjualan pemain, mengingat rekrutmen yang mereka lakukan dalam beberapa musim terakhir bergantung dengan perolehan utang sebagai upaya untuk memperoleh dana yang memadai untuk memperkuat skuad yang dimiliki Mikel Arteta.
Pada dasarnya, investasi ini dilakukan untuk meningkatkan peluang Arsenal kembali ke papan atas Liga Inggris. Tekanan bagi Arteta untuk membawa timnya finis di posisi empat besar meningkat. Apabila dapat melakukannya, pendapatan hak siar dari kompetisi Liga Inggris dan Liga Champions dapat membuat mereka berada dalam kondisi keuangan yang aman dan stabil.