Mengapa Lionel Messi Masih Kesulitan di PSG
Oleh Dananjaya WP
Kepindahan Lionel Messi ke PSG dari Barcelona menjadi salah satu momen yang signifikan dalam sejarah sepakbola. Messi hengkang dari Barca akibat krisis finansial yang membuatnya tidak dapat memperpanjang kontrak di Camp Nou. Walau dikaitkan dengan Manchester City di Liga Inggris, pada akhirnya Messi melanjutkan kariernya di Ligue 1 dengan PSG.
Kedatangannya ke Parc des Princes mendapat reaksi yang beragam. Selain sambutan dari pendukung Les Parisiens, Messi dianggap dapat langsung menjadi pemain kunci bagi skuad asuhan Mauricio Pochettino.
Tetapi hingga kini Messi belum dapat mencetak gol dalam kompetisi Ligue 1. Legenda sepakbola Argentina itu baru dapat mencetak tiga gol dari delapan pertandingan di seluruh kompetisi. Seluruh gol tersebut terjadi dalam ajang Liga Champions.
Kali ini kami akan membahas mengapa Lionel Messi merasakan kesulitan yang tinggi dengan PSG.
3. Keinginan untuk Bertahan di Barcelona
Krisis finansial dan manajemen di Barcelona sempat membuat Lionel Messi ingin hengkang. Ketika Blaugrana mendapat kekalahan memalukan 2-8 dari Bayern Munchen dalam ajang Liga Champions membuat Messi menyatakan niatnya untuk meninggalkan Camp Nou.
Messi mengirimkan permintaannya kepada manajemen Barca, yang saat itu masih dipimpin Josep Maria Bartomeu, untuk hengkang. Namun pihak klub tidak memenuhi keinginan pemain yang dijuluki La Pulga tersebut. Messi bertahan pada musim 2020/21, yang juga menjadi musim terakhir dalam kontraknya di Camp Nou.
Krisis politik di manajemen Barcelona berujung dengan pengunduran diri direksi yang dipimpin oleh Bartomeu. Joan Laporta memenangi pemilihan dan kembali untuk menjadi Presiden. Kembalinya Laporta menjadi awal dari Barca dalam upaya untuk bangkit.
Perubahan yang muncul ketika Laporta kembali nampak begitu drastis, hingga Messi mengubah keinginannya. Pada akhir musim, Messi ingin bertahan dengan Barcelona. Tetapi krisis finansial membuat perpanjangan kontraknya tidak dapat didaftarkan dengan La Liga.
“Ini menjadi momen yang sangat sulit setelah melalui berbagai tahun di sini, setelah berada di sini sepanjang hidup saya. Saya tidak siap. Dalam beberapa hari terakhir saya memikirkan apa yang dapat saya katakan di sini, tetapi saya tidak dapat menemukan kata-kata yang ingin saya ucapkan. Saya yakin dapat bertahan di sini, klub yang seakan menjadi rumah kedua,” ucap Messi dalam konferensi pers terakhirnya dengan Barcelona pada Agustus lalu.
Messi terpaksa meninggalkan klub yang dibelanya sejak 2004 (di tingkat senior) dan tidak ada yang dapat dilakukannya. Bahkan apabila ia bermain tanpa mendapat gaji dari Barcelona, kegagalan pihak klub untuk memenuhi batas pengeluaran yang ditetapkan La Liga membuat Messi tidak dapat berbuat banyak.
2. Taktik Mauricio Pochettino
Sepanjang kariernya dengan Barcelona, Lionel Messi merasakan pengalaman dengan berbagai pelatih. Mulai dari Franck Rijkaard hingga Ronald Koeman. Walau sosok yang berada di bangku cadangan berbeda, Barca, mulai dari manajemen hingga suporter garis keras mereka, memiliki obsesi terkait identitas dan skema permainan yang ingin digunakan.
Skema permainan yang diperkenalkan oleh Rinus Michels, kemudian dikembangkan Johann Cruyff dan disempurnakan oleh Pep Guardiola menjadi gambaran yang diinginkan sejak dahulu kala hingga kini. Berbagai nama merasakan kesulitan untuk menerapkannya. Mulai karena kapabilitas pelatih yang bersangkutan, atau minimnya kualitas pemain yang dimiliki.
Messi, yang bermain di Barca sejak 2004, dan terlibat dalam era kesuksesan tertinggi klubnya (2008-12), menjadi bagian dari periode emas Blaugrana pada era sepakbola modern. Pindah ke klub baru (PSG), pada usia 34 tahun, tidak dapat disebut sebagai hal yang mudah bagi siapapun, tak terkecuali bagi Messi.
“Tidak mudah untuk menemukan identitas permainan. Di Barcelona, semua harus mengikuti apa yang sudah ditetapkan karena sudah ada sejarah yang kental. Rinus Michels, (Johann) Cruyff juga ada di sana, Pochettino harus mencari sistem yang ideal agar dapat cocok dengan sebelas pemain intinya,” ucap Thierry Henry kepada Le Journal du Dimanche.
Berkaitan dengan Pochettino, penilaian dari Giorgio Chiellini (Juventus) dapat disebut sebagai gambaran yang signifikan. Bek Timnas Italia itu menggambarkan PSG sebagai tim yang ada di dalam permainan video gim. Untuk gim seperti FIFA, dengan mode permainan FUT atau career mode yang dapat Anda bayangkan, ini adalah skenario yang ideal.
Namun kenyataan tidak semudah itu. Pochettino masih kesulitan untuk menemukan keseimbangan di dalam ruang ganti dan menetapkan taktik yang ideal. Thomas Tuchel berhasil mendapatkannya dan mencapai final Liga Champions pada musim 2019/20 dengan Kylian Mbappe dan Neymar. Kini Poch mendapat tugas yang lebih berat.
1. Persiapan yang Tidak Ideal
Lionel Messi mendapat pencapaian penting dalam kariernya ketika meraih titel Copa America dengan Timnas Argentina pada musim panas lalu. Messi menjalani periode rehat tambahan sebelum kembali ke Barcelona, dengan harapan untuk memperpanjang kontraknya.
Harapan tersebut tidak dapat menjadi realita, dan ia pindah ke PSG pada Agustus lalu. Sama seperti pemain-pemain lain yang mengikuti turnamen internasional, Messi tidak mendapat waktu rehat yang ideal. Pemain yang bersangkutan juga mengakui hal tersebut.
“Saya tidak bermain dalam waktu yang cukup lama. Ini (pertandingan vs Brasil) adalah laga dengan intensitas tinggi dan saya masih berusaha mencari ritme permainan. Kondisi saya cukup baik, walau tidak dari segi fisik. Saya diam berdiri dalam waktu yang cukup lama dan tidak mudah untuk langsung beradaptasi,” ucap Messi dikutip dari Marca setelah laga antara Argentina dan Brasil yang berakhir imbang.
Dua faktor lain adalah perbedaan antara La Liga dan Ligue 1. Menurut Messi, pemain-pemain yang ada di Prancis tidak segan untuk beradu fisik dengan lawan mereka, yang kerap kali berakhir dengan pelanggaran. Neymar sudah merasakan ini sepanjang kariernya dengan PSG.
Messi juga mengakui bahwa kepindahan ke Paris, yang cukup mendadak, membuatnya mengalami kesulitan untuk beradaptasi.
Kondisi seperti ini dapat membuat siapapun merasa kesulitan, tak terkecuali bagi Messi yang sering dijuluki sebagai alien dalam dunia sepakbola.