Mengapa Manchester United Sulit Membeli Pemain Baru?
- Manchester United mendapat kesulitan tinggi untuk membeli pemain baru.
- Klub yang bermarkas di Old Trafford itu hanya memiliki anggaran 120 juta Paun untuk membeli pemain.
- Anggaran tersebut dapat meningkat dengan bantuan penjualan pemain.
Oleh Dananjaya WP
Nama Manchester United sering muncul dalam pemberitaan transfer pemain yang berpeluang pindah ke Old Trafford. Bursa transfer musim panas 2023 tidak berbeda dengan apa yang terjadi dalam periode transfer sebelumnya. Tetapi MU dapat disebut tertinggal dibandingkan dengan pesaing-pesaingnya di papan atas Liga Inggris.
Sejauh ini, mereka baru mendatangkan Mason Mount dari Chelsea dengan transfer bernilai awal 55 juta Paun. Meskipun baru mendatangkan satu pemain, rekrutmen Mount sudah menghabiskan sebagian besar anggaran transfer yang dimiliki Man United. Berbagai kabar menyebutkan bahwa mereka hanya dapat mengeluarkan biaya 120 juta Paun untuk rekrutmen pemain baru.
Kabar itu mungkin dapat disebut mengejutkan, mengingat Manchester United adalah salah satu klub dengan tingkat pendapatan tertinggi di dunia sepak bola. Lantas, mengapa Manchester United sulit membeli pemain baru?
Mengapa Manchester United sulit membeli pemain baru?
Peraturan Terkait Batas Kerugian
Baik Liga Inggris maupun UEFA (Asosiasi Sepak Bola Eropa) memiliki peraturan finansial dengan nama FFP. Dalam beberapa waktu terakhir, peraturan itu dikenal dengan nama Profit & Sustainability (P&S). Peraturan itu dibuat dengan tujuan untuk mencegah klub melakukan pemborosan melebihi tingkat pendapatan yang dapat mereka peroleh.
Berdasarkan peraturan tersebut, sebuah klub hanya diperolehkan mencatatkan kerugian sebsar 15 juta Paun dalam periode tiga tahun. Terdapat catatan khusus dalam peraturan tersebut. Pemilik sebuah klub dapat memperoleh modal tambahan dengan menerbitkan saham bernilai 90 juta Paun, dan meningkatkan tingkat kerugian yang diperbolehkan terjadi menjadi 105 juta Paun.
Namun Manchester United tidak dapat memanfaatkan aspek tersebut dengan mudah. Mengingat MU terdaftar dalam Bursa Saham New York (Amerika Serikat), menerbitkan saham bukan hal yang dapat dilakukan dengan sembarangan. Keluarga Glazer memegang saham mayoritas dari Manchester United dengan persentase sekitar 69%.
Manchester United mencatatkan perkiraan kerugian 37 juta Paun pada musim 2021/22, jauh lebih rendah dibandingkan dengan Chelsea (119 juta Paun). Pencatatan kerugian pada musim 2019/20 dan 2020/21 dimasukkan dalam perhitungan masing-masing tahun akibat dampak pandemi COVID-19. Kebijakan dari UEFA itu akan membuat perhitungan kerugian pada musim 2021/22 menjadi penentu utama.
Catatan Buruk dalam Penjualan Pemain
Salah satu metode utama yang digunakan oleh sebuah klub sepak bola untuk mengurangi kerugian (atau memperoleh keuntungan) adalah dengan menjual pemain. Pemain sepak bola memang dicatat sebagai aset yang dimiliki oleh sebuah klub sepak bola.
Berdasarkan metode akuntansi yang berlaku, pendapatan dari penjualan aset langsung dicatat secara penuh oleh klub yang melakukan penjualan. Sementara klub yang melakukan pembelian akan mencatat pengeluarannya sesuai dengan durasi kontrak (amortisasi).
Penjualan pemain menjadi salah satu aspek di mana Manchester United tertinggal dibandingkan dengan klub-klub pesaing mereka di papan atas Liga Inggris – terutama Chelsea dan Manchester City – dalam jangka panjang.
Berdasarkan data yang diperoleh Kieran Maguire (Profesor keuangan sepak bola), Manchester United menjadi klub dengan tingkat keuntungan terendah dari segi penjualan pemain sejak 2013 hingga 2022 (133 juta Paun). Mereka memiliki keuntungan terendah dibandingkan klub-klub enam besar Liga Inggris.
Arsenal mencatatatkan keuntungan 318 juta Paun, Manchester City mencatatkan 329 juta Paun, Tottenham Hotspur 356 juta Paun, Liverpool 387 juta Paun, dan Chelsea menjadi klub dengan keuntungan tertinggi dari penjualan pemain pada angka 706 juta Paun.
Ketertinggalan itu bukan hanya berkaitan dengan keuntungan dari penjualan pemain yang bersangkutan (pendapatan penjualan dikurangi dengan biaya pembelian), tetapi juga dari kesulitan yang sering dirasakan oleh MU ketika ingin melepas pemain-pemain yang tidak masuk dalam rencana mereka.
Kedatangan Richard Arnold sebagai CEO baru diharapkan dapat memberikan perubahan yang signifikan. Manchester United akan berusaha untuk mendatangkan pemain yang masih dapat menarik minat ketika dijual pada bursa transfer.
Minimnya Investasi dari Keluarga Glazer
Manchester United memang sering aktif dalam bursa transfer sejak 2013 (ketika Sir Alex Ferguson mengakhiri kariernya sebagai pelatih), hal ini juga diiringi dengan pengeluaran gaji yang signifikan. Pada musim 2021/22, MU mencatatkan pengeluaran gaji sebesar 384 juta Paun – tertinggi di Liga Inggris – disusul oleh Liverpool, Manchester City, Chelsea, Arsenal, dan Tottenham Hotspur.
Sementara dari segi pengeluaran untuk transfer pemain dalam sepuluh tahun terakhir (2013-2023), MU menjadi klub dengan pengeluaran tertinggi kedua (1,674 juta Paun), hanya lebih rendah dibandingkan dengan Chelsea (2,016 juta Paun).
Tingginya pengeluaran untuk gaji dan rekrutmen pemain sering menjadi data yang digunakan untuk ‘membela’ kepemilikan Keluarga Glazer. Tetapi faktanya adalah bahwa keluarga pengusaha properti dari Amerika Serikat itu tidak pernah memasukkan dana pribadi mereka sejak melakukan akuisisi penuh pada 2005.
Dana akuisisi untuk Manchester United datang dari pinjaman bank. Hal itu membuat tingkat utang MU tidak mengalami penurunan yang signifikan dalam 18 tahun terakhir. Selain itu, Keluarga Glazer juga sering mengambil dividen – hak mereka sebagai pemegang saham – tanpa memasukkan dana investasi untuk meningkatkan anggaran yang dapat digunakan dan tidak menunjuk sosok yang tepat untuk melakukan rekrutmen pemain dan perencanaan tim untuk jangka pendek maupun panjang.