Mengapa Tren Pemain Legenda Menjadi Manajer Tidak Akan Berakhir dalam Waktu Dekat

Legenda yang kembali melatih klub
Legenda yang kembali melatih klub / Getty Images
facebooktwitterreddit

Manchester United dengan Ole Gunnar Solskjaer, Chelsea dengan Frank Lampard, Juventus dengan Andrea Pirlo, hingga Barcelona dengan Xavi. Klub-klub besar di Eropa nampak berada dalam tren menunjuk pemain legenda untuk melatih klub yang pernah mereka bela.

Sama seperti penunjukkan pelatih lainnya, tentu hasil yang diperoleh beragam. Tetapi seorang pelatih yang pernah membela klub yang dilatihnya akan mendapat sorotan dan ekspektasi yang lebih tinggi, terutama bagi sosok legendaris yang selalu dikenang secara positif oleh klub yang bersangkutan.

Kadang, penunjukkan pemain legenda menjadi pelatih seakan dilakukan tanpa memerhatikan rekam jejak dari pelatih tersebut. Kali ini kami akan membahas beberapa faktor yang membuat tren seperti ini terjadi dan nampak tidak akan berhenti dalam waktu dekat.


3. Kondisi Klub

Setiap langkah yang dilakukan oleh sebuah klub profesional, terutama di divisi teratas, sangat berkaitan dengan kondisi klub dan rencana jangka pendek hingga panjang. Penunjukkan seorang pelatih juga berkaitan dengan apa yang disebutkan sebelumnya. Kondisi finansial, posisi di klasemen, target yang ingin dicapai, hingga waktu dari penunjukkan menjadi faktor yang patut dipertimbangkan.

Kondisi finansial klub (umumnya) berkaitan dengan dana yang tersedia untuk memenuhi permintaan pelatih terkait rencana transfer pemain. Dalam keadaan tertentu, sebuah klub juga dapat menentukan target pelatih berdasarkan dana yang tersedia untuk memenuhi klausul rilis.

Seperti yang terjadi dengan Barcelona, krisis finansial dapat menjadi penghalang dalam pemecatan pelatih (Ronald Koeman) hingga penunjukkan pelatih baru (Xavi).

Apabila terjadi pada pertengahan musim, kondisi tim di klasemen sementara dapat menjadi penentu yang signifikan. Manchester United mendatangkan Ole Gunnar Solskjaer sebagai pengganti Jose Mourinho saat mereka berada di peringkat keenam Liga Inggris.

Chelsea, pada pertengahan musim 2011/12, memecat Andre Villas-Boas, ketika mereka berada di peringkat kelima dan kesulitan masuk ke posisi empat besar. Roberto Di Matteo, sosok penting dalam skuad The Blues pada periode 1990an hingga awal 200an, menjadi pelatih yang ditunjuk sebagai pengganti setelah sempat mengisi jabatan sebagai asisten dari Villas-Boas.

Sementara terkait waktu penunjukkan, Andrea Pirlo di Juventus menjadi contoh yang ideal. Pirlo ditunjuk sebagai pengganti dari Maurizio Sarri, hanya satu pekan setelah ia mendapatkan posisi sebagai pelatih tim U23 La Vecchia Signora. Pirlo seharusnya memulai karier kepelatihannya di tingkat tersebut.

Namun, minimnya waktu yang tersedia (ditunjuk pada Agustus 2020) membuat Pirlo langsung melakukan debut kepelatihannya di tingkat senior. Bahkan, kursus kepelatihan yang dibutuhkan untuk mendapat lisensi baru diselesaikan oleh Pirlo satu bulan setelah ditunjuk sebagai pelatih tim senior Juventus.


2. Pengaruh Pep Guardiola

Pep Guardiola
Pep Guardiola menjadi salah satu sosok yang berperan dalam tren ini / Jasper Juinen/GettyImages

Pep Guardiola pantas disebut sebagai salah satu pelatih terbaik dalam era sepakbola modern (1992-kini). Pencapaiannya di Barcelona, Bayern Munchen, dan Manchester City membuatnya menjadi salah satu sosok panutan dalam dunia kepelatihan. Pandangan positif tidak hanya diberikan oleh pelatih, tetapi juga klub.

Guardiola memulai karier kepelatihannya di tingkat senior pada 2008. Pada musim pertamanya, sang pelatih mampu memimpin Barca mendapat titel La Liga, Liga Champions, dan Copa del Rey. Kesuksesan tersebut dapat disebut instan, walau terbantu dengan fakta bahwa Guardiola memiliki tim inti yang dibangun dari tim Barca B, dan identitas permainan yang jelas.

Kesuksesan ini nampak memberi dorongan kepada berbagai klub di Eropa untuk menunjuk pemain legenda sebagai pelatih tanpa pengalaman yang dapat disebut memadai di tingkat senior. Frank Lampard menjadi manajer Chelsea ketika hanya menjalani satu musim dengan Derby County.

Ole Gunnar Solskjaer tetap ditunjuk oleh MU walau hanya memiliki pengalaman di Molde (Norwegia) dan pernah terdegradasi dengan Cardiff City di Liga Inggris. Zinedine Zidane menjadi pelatih utama Real Madrid ‘hanya’ dengan modal pengalaman menjadi pelatih tim Castilla.

Contoh terbaru adalah Xavi, yang kembali ke Barcelona untuk menjadi pelatih. Xavi mendapat jabatan di Camp Nou walau baru memulai karier kepelatihannya pada 2019. Memang terdapat berbagai faktor (yang dijelaskan pada poin sebelumnya dan setelah ini) yang membuat Xavi dapat melatih Barca.

Namun, dalam kondisi ideal, Xavi seharusnya mengumpulkan pengalaman di lebih banyak tim sebelum dapat menjadi pelatih Barcelona di tingkat senior.


1. Rasa Aman dari Reaksi Negatif dan Identitas Klub

Xavi Hernandez, Manager
Xavi menjadi legenda terbaru yang kembali melatih klub yang membesarkan namanya / Quality Sport Images/GettyImages

Berkaitan dengan apa yang terjadi dengan Xavi dan Barcelona, penunjukkan pemain legenda menjadi pelatih juga dapat dilakukan demi rasa aman dari reaksi negatif dan upaya untuk mempertahankan identitas klub. Xavi termasuk dalam generasi emas Barca yang meraih kesuksesan di era kepelatihan Pep Guardiola (2008-12).

Selain itu, Xavi juga termasuk dalam lulusan akademi La Masia. Xavi dipandang sebagai sosok yang ideal untuk mengembalikan status Barca sebagai klub yang dapat menggunakan lulusan akademi mereka secara konsisten. Era kepemimpinan Josep Maria Bartomeu diwarnai dengan pengeluaran besar yang berujung dengan krisis finansial, sekaligus juga hambatan bagi pemain-pemain akademi.

Xavi saat ini dapat menggunakan pemain-pemain seperti Ansu Fati, Gavi, Nico Gonzalez, dan beberapa pemain berpotensi tinggi lain dari La Masia (Pedri tidak termasuk karena didatangkan dari Las Palmas). Krisis finansial dan kondisi skuad yang tidak ideal juga dapat disebut memberi perlindungan tersendiri kepada Xavi.

Barca mendapat hasil imbang tanpa gol dalam pertandingan kontra Benfica dalam fase grup Liga Champions. Hasil pertandingan tersebut terancam membuat Blaugrana finis di peringkat ketiga grup mereka dan turun ke Liga Europa. Tetapi suasana di Camp Nou tidak berubah menjadi negatif. Dukungan masih diberikan kepada Xavi dan para pemainnya.

Kondisi serupa juga dirasakan oleh Frank Lampard dalam musim pertamanya di Chelsea. Lampard datang tanpa pengalaman yang memadai di divisi teratas Inggris. The Blues juga saat itu dapat disebut berada dalam kondisi yang sulit akibat embargo transfer. Namun, penggunaan beberapa pemain dari akademi membuat Lampard mendapat reaksi positif, yang didukung dengan statusnya sebagai legenda klub.

Ole Gunnar Solskjaer juga merasakan dukungan yang tinggi, terutama dari suporter yang hadir dalam laga tandang MU. Nama Solskjaer masih dinyanyikan setelah ia dipecat, ketika United menjalani laga tandang kontra Villarreal dalam lanjutan fase grup Liga Champions.