N’Golo Kante Menjadi Penyatu Skuad Chelsea yang Penuh Bintang
Oleh Dananjaya WP
Chelsea berhasil meraih gelar juara Liga Champions 2020/21. Skuad asuhan Thomas Tuchel mengalahkan Manchester City dengan skor 1-0 di Estadio do Dragao (Portugal) pada Minggu (30/5) dini hari WIB. Gol Kai Havertz jelang akhir babak pertama memastikan The Blues membawa pulang trofi ‘kuping besar’ untuk kedua kalinya dalam sejarah klub.
Keberhasilan ini memberi sorotan kepada bintang-bintang dalam skuad Chelsea. Mulai dari Havertz yang mencetak gol, Timo Werner yang membuka ruang, Mason Mount sebagai pemberi assist, hingga deretan pemain di lini belakang yang tampil konsisten sepanjang pertandingan.
Dari sekian bintang yang dimiliki Tuchel, N’Golo Kante di lini tengah pantas mendapat sorotan lebih. Gelandang Timnas Prancis itu menjalani perkembangan signifikan sepanjang kariernya yang membuatnya kini tidak pantas disebut sebagai pemain underrated lagi, melainkan sosok kelas dunia di lini tengah.
1. Perubahan Formasi yang Memberi Dampak Signifikan
Kemampuan N’Golo Kante di lini tengah memang tidak pernah diragukan. Namun, terdapat berbagai pandangan yang berbeda mengenai formasi ideal bagi mantan pemain Leicester City tersebut.
Kante berperan penting dalam keberhasilan Chelsea meraih gelar juara Liga Inggris pada musim 2016/17, ketika Antonio Conte menggunakan formasi 3-4-3 (dengan dua pemain di lini tengah). Kesulitan minor, dari segi performa dan kebugaran, dirasakan Kante dua musim kemudian ketika Maurizio Sarri menjadi manajer.
Chelsea menggunakan tiga pemain di lini tengah, memberi kesulitan bagi Kante untuk menunjukkan performa konsisten. Walau demikian, ia tetap berperan penting dalam keberhasilan timnya meraih gelar juara Liga Europa, dengan penampilan memuaskan di laga final yang dilaluinya dengan permasalahan di lututnya.
Ketika Frank Lampard menjadi manajer, ia cukup sering menggunakan tiga pemain di lini tengah. Kante menjadi pemain yang ditempatkan di bagian depan, dengan Jorginho sebagai gelandang bertahan.
Perubahan terjadi ketika Lampard digantikan oleh Thomas Tuchel. Manajer asal Jerman itu kembali menggunakan dua pemain di lini tengah dalam formasi 3-4-3. Kante, yang dipasangkan dengan Jorginho, sukses kembali ke performa terbaiknya.
2. Kepercayaan Penting dari Thomas Tuchel
Setelah Chelsea menyingkirkan Atletico Madrid pada babak 16 besar Liga Champions, N’Golo Kante mendapat pujian besar dari Thomas Tuchel.
“Apabila bermain dengan N’Golo, Anda seakan memiliki lebih banyak pemain di dalam lapangan. Ia memiliki ‘volume’ yang luar biasa. Menjadi pelatih pemain sepertinya membuat saya sangat senang, seperti menerima sebuah hadiah, pemain yang sangat rendah hati, dan selalu siap membantu di dalam lapangan,” ucap Tuchel terkait kontribusi Kante.
Chelsea menunjukkan performa yang luar biasa sepanjang periode penyisihan Liga Champions. Dominasi yang ditunjukkan (selain dalam laga kontra Porto) menjadi kunci dari keyakinan mereka sepanjang final.
Berdasarkan data grafis dari Michael Caley, mulai dari pertandingan dengan Atletico hingga Manchester City, Chelsea mencatatkan 13.3 xG (ekspektasi gol atau nilai peluang menjadi gol). Sementara lawan mereka hanya mencatatkan 4.4 xG. Catatan tersebut diakumulasikan berdasarkan 630 menit pertandingan.
Lini belakang The Blues mendapat pujian dari berbagai pihak sepanjang periode tersebut. Peran Kante sebagai sosok yang memberi rasa aman tidak pantas luput dari pujian yang diberikan.
Kante tidak hanya memberi bantuan besar kepada rekan-rekannya di lini belakang. Pemain dengan nomor punggung 7 itu juga aktif menjadi penghubung ke lini depan, membuka ruang ketika diperlukan, dan kembali ketika lawan melakukan serangan balik.
3. Kontribusi Penting di Laga Final
Kai Havertz mencetak gol jelang akhir babak pertama melalui umpan terobosan Mason Mount. Cesar Azpilicueta, Andreas Christensen (yang menggantikan Thiago Silva), dan Antonio Rudiger beberapa kali melakukan blok penting di lini belakang. Ben Chilwell dan Reece James sebagai bek sayap juga menghalau Raheem Sterling dan Riyad Mahrez secara konsisten.
Bagaimana dengan N’Golo Kante? Berdasarkan catatan Tom Worville (The Athletic), pemain berusia 30 tahun itu melakukan tiga tackle yang seluruhnya berujung kesuksesan. Kante juga sama sekali tidak dilewati oleh lawannya ketika memegang bola. Selain itu, Kante sepuluh kali merebut bola dari lawannya.
Aksi defensif yang dilakukan oleh Kante sangat penting dalam upaya timnya mengendalikan pertandingan. Manchester City memang mencatatkan penguasaan bola yang lebih tinggi (60%), namun Chelsea mengendalikan ruang dan laga secara lebih efektif.
Kante menunjukkan peran yang krusial di lini tengah untuk membatasi ruang yang dapat dimanfaatkan oleh lawannya. Kevin De Bruyne (hingga menit ke-60) dan Phil Foden dikawal secara ketat untuk mengurangi kontribusi yang dapat mereka berikan.