OPINI: La Liga Sudah Memasuki Akhir dari Siklus Dominasi di Eropa

FBL-EUR-C1-BARCELONA-PSG
FBL-EUR-C1-BARCELONA-PSG / LLUIS GENE/Getty Images
facebooktwitterreddit

Tim-tim La Liga tidak dapat meraih hasil yang memuaskan dalam ajang Liga Champions dan Liga Europa. Barcelona, Sevilla, dan Atletico Madrid mendapat kekalahan dalam leg pertama babak 16 besar Liga Champions. Hanya Real Madrid yang meraih kemenangan (dengan skor 1-0 atas Atalanta), dan kemenangan itu diraih dengan kesulitan tinggi.

Real Sociedad mendapat kekalahan telak dari Manchester United, dan Granada menang 2-0 atas Napoli yang sedang kesulitan.

Hasil-hasil tersebut bukan hal yang mengejutkan. Kondisi La Liga dalam beberapa musim terakhir membuat kesulitan tim-tim yang tampil dalam kompetisi kontinental menjadi sesuatu yang wajar. Dominasi yang sempat berlangsung selama kurang lebih satu dekade kini dapat dikatakan sudah berakhir.


5. Pembagian Hak Siar yang Tidak Merata

Kesenjangan pembagian pendapatan hak siar menyulitkan La Liga dalam waktu yang sangat lama.
Kesenjangan pembagian pendapatan hak siar menyulitkan La Liga dalam waktu yang sangat lama. / LLUIS GENE/Getty Images

Pembagian pendapatan dari hak siar menjadi salah satu alasan utama mengapa klub-klub Liga Inggris dapat mengeluarkan biaya besar untuk merekrut pemain-pemain baru. Kondisi berbeda dirasakan oleh La Liga.

Real Madrid dan Barcelona (sebagai dua klub teratas) memperoleh bagian tertinggi dari pendapatan hak siar setiap musimnya.

La Liga selaku pengelola kompetisi memang sudah berusaha mengurangi perbedaan yang signifikan dalam pembagian pendapatan antara klub-klub peserta.

Sayangnya, upaya ini dapat dikatakan terlambat. Klub-klub La Liga selain dua teratas terus mengalami kesulitan dalam jangka panjang. Sedangkan klub-klub di Liga Inggris (dan kompetisi lainnya) terus berkembang dengan perolehan pendapatan hak siar yang lebih merata.


4. Kepindahan Cristiano Ronaldo dan Penurunan Performa Lionel Messi

Rivalitas Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo berkontribusi terhadap pemasaran La Liga.
Rivalitas Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo berkontribusi terhadap pemasaran La Liga. / David Ramos/Getty Images

Cristiano Ronaldo menjadi pilar bagi Real Madrid ketika membela klub ibu kota Spanyol tersebut. CR7 berperan dalam kesuksesan Los Blancos mendapat tiga titel Liga Champions secara beruntun.

Sementara Lionel Messi menjadi pilar bagi Barcelona dan generasi emas yang dipimpin Pep Guardiola sebagai pelatih utama.

Rivalitas kedua pemain itu dalam kompetisi domestik memberi dampak positif bagi performa Madrid dan Barca dalam ajang kontinental.

Kepindahan Cristiano ke Juventus pada musim panas 2018 sejauh ini memberi pengaruh buruk bagi Madrid, yang tidak dapat memperoleh pengganti sepadan.

Sementara Blaugrana tidak hanya merasakan kerugian finansial dan ancaman kebangkrutan, tetapi juga penurunan performa dari Lionel Messi. Seiring dengan meningkatnya usia, penurunan dari Messi memang hal yang wajar.

Kegagalan Barca untuk merencanakan keadaan ini memberi pengaruh langsung terhadap kesulitan mereka dalam ajang kontinental.


3. Pengambilan Keputusan Buruk dari Klub-klub Papan Atas

Eden Hazard termasuk dalam bintang Real Madrid yang belum dapat memberi kontribusi yang diharapkan.
Eden Hazard termasuk dalam bintang Real Madrid yang belum dapat memberi kontribusi yang diharapkan. / Soccrates Images/Getty Images

Mempertahankan siklus dominasi memang dapat terjadi dengan bantuan dari pemain-pemain berkualitas tinggi. Tetapi pengambilan keputusan dari klub-klub yang diharapkan dapat melakukannya juga memberi pengaruh besar.

Manajemen Barcelona dan Real Madrid tidak dapat disebut sebagai teladan dalam pengambilan keputusan, terutama dalam rekrutmen pemain.

Barca di era kepemimpinan Josep Maria Bartomeu menghabiskan biaya yang besar untuk mendatangkan pemain-pemain yang pada akhirnya tidak dapat memberi kontribusi maksimal. Pendapatan dari penjualan Neymar (222 juta Euro) secara efektif dihabiskan secara sia-sia.

Sejak saat itu, pemain-pemain didatangkan tanpa perencanaan yang maksimal. Rekrutmen dilakukan tanpa mempertimbangkan skema atau identitas permainan yang ingin dibentuk, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Akademi La Masia yang memiliki reputasi historis juga tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal.

Sementara Real Madrid juga merasakan kesulitan serupa setelah kehilangan Cristiano Ronaldo. Manajemen Los Blancos pimpinan Florentino Perez merekrut beberapa pemain muda untuk jangka panjang. Namun tindakan yang dilakukan juga belum dapat mengurangi rata-rata usia skuad mereka secara signifikan.

Saat ini Madrid masih mengandalkan pemain-pemain veteran yang sudah dipercaya oleh Zinedine Zidane, tanpa adanya pengganti yang sepadan.


2. Keterbatasan Investasi Asing

Pengalaman buruk di Malaga dan Valencia membuat suporter di Spanyol waspada terhadap investasi asing.
Pengalaman buruk di Malaga dan Valencia membuat suporter di Spanyol waspada terhadap investasi asing. / Richard Heathcote/Getty Images

Investasi asing mampu dimanfaatkan oleh klub-klub Liga Inggris, Ligue 1, dan Serie A (Bundesliga tidak dimasukkan karena peraturan yang berlaku). Sebagian besar klub La Liga memiliki komunitas suporter yang memegang kepemilikan klub, tradisi ini memang memberi dampak positif.

Klub-klub La Liga tidak tertutup terhadap investasi asing. Kesempatan mulai dari sponsor sampai kepemilikan terbuka. Tetapi, pengalaman buruk dari beberapa klub seperti Valencia dan Malaga membuat suporter dari sebagian besar klub mewaspadai investasi asing.

Spanyol juga termasuk dalam negara yang tidak beruntung akibat krisis global yang memberi dampak besar. Krisis finansial pada 2008 dan yang terjadi saat ini (akibat COVID-19) membatasi upaya rekrutmen pemain yang dapat dilakukan.

Secara keseluruhan, keterbatasan ini memang memberi dampak positif bagi akademi di berbagai klub. Kualitas kepelatihan dalam kompetisi juga tidak dapat dianggap remeh. Namun ketertinggalan dari liga-liga lainnya masih sulit dikejar.


1. Adaptasi Taktik dari Peserta Kompetisi Lain

La Liga dapat dikatakan mulai tertinggal dari segi adaptasi taktik saat menjalani kompetisi kontinental.
La Liga dapat dikatakan mulai tertinggal dari segi adaptasi taktik saat menjalani kompetisi kontinental. / David Ramos/Getty Images

Dominasi La Liga yang dipimpin Barcelona era Pep Guardiola, Real Madrid (saat mendapat tiga titel Liga Champions secara beruntun) dan Sevilla (dominan di Liga Europa) terjadi akibat keunggulan taktik yang sulit dihadapi.

Kini, klub-klub dari liga lain tidak hanya menggunakan taktik berbeda ketika menghadapi lawan dari La Liga. Kekuatan fisik menjadi prioritas dalam beberapa musim terakhir. Memberi tekanan tinggi menjadi solusi dari dominasi penguasaan bola yang diincar klub-klub Spanyol (selain Getafe).