OPINI: Siapa yang Harus Disalahkan Atas Kekacauan di Barcelona?
Oleh Nanda Febriana
Kekalahan 2-8 Barcelona atas Bayern Munchen di perempat final Liga Champions mendatangkan efek berkelanjutan di tubuh tim asal Katalan tersebut. Sejauh ini setidaknya sudah tiga pemain yang dikabarkan bakal cabut dari Camp Nou, mereka adalah Gerard Pique, Luis Suarez, dan Lionel Messi.
Barcelona sendiri tak lama setelah kekalahan menyakitkan tersebut memecat Quique Setien dan kemudian menunjuk mantan pemain mereka, Ronald Koeman, yang meninggalkan kursi kepelatihan tim nasional Belanda demi kembali ke Barca.
Kekalahan sebenarnya bukan hal asing bagi Barcelona, yang meski sekuat apa pun mereka, pasti pernah tertunduk lesu saat keluar lapangan. Namun skor 2-8 bukanlah sebuah hal yang bisa diterima dengan mudah, sehebat apa pun Bayern Munchen musim ini. Skor 2-8 seolah lebih banyak berbicara tentang situasi internal Barcelona ketimbang kualitas tim mereka.
Jika Lionel Messi tidak dikabarkan sudah mengirim surat kepada dewan Barcelona pada Rabu (26/8) dinihari WIB untuk mengungkapkan keinginannya hengkang dari Katalan, kabar kepergian Luis Suarez yang sudah berhembus beberapa hari sebelumnya mungkin jadi yang paling mengejutkan. Setelah dalam beberapa musim terakhir Messi kerap dinilai mengangkat performa dan hasil Blaugrana seorang diri, Messi memilih untuk melepaskan tanggung jawab tersebut.
Suporter Barca mungkin tidak sepenuhnya terkejut. Musim 2019/20 bagi mereka sudah seperti opera sabun yang mau tak mau harus disaksikan setiap saat. Perseteruan dewan klub Barca dengan para pemain, pemecatan Ernesto Valverde, pertengkaran Messi dengan Antoine Griezmann, kekalahan 2-8 dari Die Roten, dan kini Messi. Mendengarkan kabar bahwa Messi akan hengkang mungkin adalah puncak kepiluan pendukung Barca yang sudah berkesempatan melihat La Pulga beraksi di lapangan, yang tak bisa dilampaui apa pun.
Apa yang salah dengan Barcelona?
Tampuk Kepemimpinan Barcelona yang Amburadul
Masalah di tubuh dewan klub Barcelona sebenarnya juga bukan sebuah problem baru. Dua presiden Barca sebelumnya, Joan Laporta dan Sandro Rosell, tak pernah menyelesaikan masa jabatannya hingga berakhir. Laporta mundur pada 2010 karena berseteru dengan Rosell, lalu Rosell meninggalkan jabatannya pada 2014 karena terlibat dalam kasus penggelapan pajak dalam perekrutan Neymar dari Santos. Dalam kasus pembelian pemain asal Brasil itu, Bartomeu juga didakwa terlibat.
Meski sempat menghadirkan treble di masa kepemimpinannya, di bawah kepelatihan Luis Enrique, kecakapan Bartomeu sebagai presiden klub mulai dipertanyakan.
Kepergian Neymar ke PSG pada 2017 menjadi salah satu alasan kuat mengapa Barcelona seperti terperangkap dalam pusaran masalah tiada akhir di atas lapangan. Sejumlah pemain didatangkan untuk menggantikan Neymar, dari Ousmane Dembele hingga Antoine Griezmann musim lalu, tapi tak satu pun yang memenuhi harapan menjadi trio mematikan bersama Messi dan Suarez.
Barca yang begitu berambisi meraih Liga Champions justru semakin sengsara karena melihat El Real tiga kali mengangkat trofi tersebut dari 2016 hingga 2018. Rasa sengsara itulah yang kemudian dimanifestasikan dengan transfer kalap yang tak banyak membantu perjuangan Messi dkk di atas lapangan.
Dewan klub Barca pun mulai kehilangan kepercayaan dari para pemain penting seperti Messi dan Gerard Pique. Buntutnya, sebuah kabar tidak mengenakkan muncul pada Februari lalu. Bartomeu yang dikabarkan merasa tidak nyaman dengan sikap Messi dkk, dilaporkan menyewa jasa sebuah perusahaan ahli media sosial untuk mengkritik dan merusak citra beberapa pemain demi melindungi reputasinya sebagai presiden.
Meski mengaku bahwa dirinya lebih senang melihat bukti dari kabar tersebut, Messi juga menyebutkan bahwa situasi yang 'aneh' memang sedang terjadi di Barcelona. Kabar mengenai hal ini sendiri muncul tak lama setelah Direktur Olahraga Barca, Eric Abidal, menuduh Messi cs tidak memberikan upaya terbaik mereka di bawah Valverde.
Apa yang terjadi di Barcelona musim 2019/20 ini membuktikan bahwa membangun hubungan baik antara tim dengan dewan klub bukanlah sebuah perkara mudah. Saat dewan klub yang memiliki kekuasaan dan para pemain yang memiliki pengaruh di mata suporter tak lagi berada dalam satu jalan, hasilnya adalah perseteruan panjang yang melelahkan.
Dewan klub Barca mungkin 'berhasil' menindas sosok-sosok seperti Luis Enrique dan Ernesto Valverde, tapi tidak dengan Lionel Messi yang begitu diagungkan oleh publik Camp Nou.
Terlalu Bergantung Pada Lionel Messi
Ini juga bukan sesuatu yang baru. Entah sudah berapa gol dan assist serta permainan cantik yang dipamerkan pria Argentina itu untuk membuat Barca tetap relevan dalam satu dekade terakhir. Tentu dia mendapatkan sokongan besar lainnya dari pemain-pemain seperti Xavi, Andres Iniesta, Carles Puyol, Luis Suarez, David Villa, dan beberapa nama lainnya, tapi kontribusi Messi tak bisa dilampaui siapa pun.
Penunjukkan Messi sebagai kapten tim hanya membuat pengultusan atas namanya di Barcelona semakin menjadi. Bahkan ketika Puyol, Xavi, dan Iniesta mulai hengkang satu per satu, Messi seperti kejatuhan beban yang sebelumnya ditanggung oleh rekan-rekannya itu. Saat Messi bermain buruk, mudah sekali untuk mematahkan dan mengkritik Barcelona. Messi adalah Barcelona dan sebaliknya.
Situasi semakin runyam saat Barcelona terlihat tidak cukup berani hidup tanpa Messi seperti Real Madrid yang nekat melepas Cristiano Ronaldo ke Juventus pada musim panas 2018. Klausul pelepasan Messi diganjar 700 juta euro, yang berarti Messi tak bisa angkat kaki dari Camp Nou jika tak ada klub yang mampu menebus dirinya dengan harga tersebut sebelum kontraknya berakhir dengan Barcelona.
Siapa yang sanggup menggelontorkan uang sebanyak itu?
Mungkin ada, tapi setelah pandemi virus korona menghantam dunia pada tahun ini, akan sulit melihat kemungkinan Messi pergi dari Camp Nou dengan uang tebusan sebesar itu. Kecuali, jika sang pemain mendesak, bisa saja tak perlu uang sebanyak itu untuk menarik Messi dari Barca.
Yang jelas Barcelona memang perlu berbenah diri, dari atas sampai bawah. Bartomeu bisa dinilai tidak layak lagi menjabat sebagai presiden klub karena gejolak selama masa kepemimpinannya. La Pulga mungkin sudah saatnya meninggalkan klub yang dicintainya, seperti halnya yang dikatakan Gerard Pique setelah malam menyesakkan di laga Liga Champions terakhir mereka.